Jakarta, Efek buruk dari merokok baru terasa 20 tahun kemudian, oleh karena itu merokok masih dianggap sebagai hal yang normal.
Inilah
yang membuat orang akhirnya beranggapan bahwa merokok adalah sah-sah
saja. Ditambah dengan makin masifnya iklan di media, konsumsi rokok di
Indonesia pun meningkat pesat.
"Efek rokok itu jangka panjang dan
baru terasa 20 tahun ke depan. Nanti para perokok di Indonesia ini
akan
banyak panen penyakit-penyakit seperti stroke, kanker paru, jantung
koroner dan lain-lainnya. Sampai sekarang, stroke masih menjadi salah
satu penyebab utama kematian akibat penyakit tidak menular di
Indonesia," kata prof dr Hasbullah Thabrany, MPH, guru besar Fakultas
Kesehatan Masyarakat UI.
Temuan dari Global Adult Tobacco Survey (2011)
menyatakan bahwa sebanyak 61,4 juta orang dewasa di Indonesia adalah
perokok aktif. Sebanyak 67,4% pria dewasa di Indonesia diketahui adalah
perokok. Padahal data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
1995 menunjukkan bahwa pria dewasa yang merokok ada sebanyak 53,4%.
Hal
ini menunjukkan bahwa jumlah perokok di tanah air semakin meningkat.
Kecenderungan ini ditengarai akibat makin banyaknya dana yang
digelontorkan perusahaan rokok untuk mensponsori berbagai acara di
Indonesia. Promosi terselubung berbungkus CSR ini juga banyak digaungkan
media lewat iklan.
"Pada awalnya Komnas Pengendalian Tembakau
didirikan oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Namun kami pada akhirnya
menyadari bahwa penanganan rokok tidak bisa disandarkan pada organisasi
profesi saja. Peran media sangat besar. Untuk mengontrol media, kita
perlu regulasi," kata dr Prijo Sidipratomo, Sp. Rad (K), Ketua Umum
Komnas Pengendalian Tembakau sekaligus Ketua Umum PB IDI dalam acara
konferensi pers yang diselenggarakan Komnas Pengendalian Tembakau di
kantor Sekretariat IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Senin (17/9/2012).
Di
negara-negara Barat, perusahaan rokok sudah tidak diperbolehkan lagi
mensponsori pertandingan-pertandingan olahraga. Namun berbeda dengan di
Indonesia, pertandingan sepakbola masih banyak disponsori oleh
perusahaan rokok yang produknya jelas-jelas berbahaya bagi kesehatan.
Bahkan saat ini, iklan rokok cenderung menargetkan anak-anak muda.
"Anak-anak
ini menjadi target iklan. Jika sudah mulai kecanduan rokok sejak usia
10 tahun, maka 45 tahun ke depan ia akan terus mengkonsumsinya. Harusnya
negara mempertimbangkan keselamatan rakyat secara keseluruhan," kata
prof dr Hasbullah Thabrany, MPH, guru besar Fakultas Kesehatan
Masyarakat UI.
Penyakit akibat rokok memang tidak serta merta
datang, namun baru menyerang 10 tahun kemudian. Para perokok aktif di
Indonesia yang berjumlah 61,4 juta orang dewasa ini diperkirakan
nantinya akan menuai berbagai macam penyakit.
Menurut data Riset
Kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, ada 3 provinsi besar dengan jumlah
perokok aktif tertinggi, yaitu Jawa Timur, Jawa tengah dan Jawa Barat.
Sebanyak 426.000 perokok adalah anak-anak berusia 10 - 14 tahun. Melihat
makin banyaknya anak-anak yang terpengaruh iklan, IDI berupaya
melakukan lobi dengan beberapa lembaga terkait.
"Kami sebagai
ketua IDI sudah menemui KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) terkait dengan
penayangan iklan sebuah klinik yang kontrovesial beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan itu, KPI juga berpendapat bahwa iklan-iklan lainnya yang
tidak mendatangkan faedah bagi masyarakat juga sebaiknya dihentikan,
misalnya iklan rokok," kata dr Prijo.
sumber:http://health.detik.com/read/2012/09/17/152640/2022362/763/ingat-ingat-efek-buruk-rokok-baru-terasa-20-tahun?881104755
Tidak ada komentar:
Posting Komentar